Tingkat ketimpangan di berbagai bidang
1. Tingkat Kemiskinan
A.
Provinsi Banten
Jumlah
penduduk miskin di Banten pada bulan September 2013 mencapai 682,71 ribu orang
(5,89 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2013,
maka selama enam bulan tersebut terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin
sebesar 26,47 ribu orang (4,03 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada
periode Maret 2013 - September 2013 penduduk miskin di daerah perkotaan
bertambah sebesar 50,66 ribu orang (13,93 persen), sementara penduduk miskin di
daerah perdesaan berkurang sebesar 24,2 ribu orang (8,27 persen).
B.
Provinsi DKI Jakarta
Perkembangan Tingkat Kemiskinan
September 2012 - Maret 2013 – September 2013
Jumlah
penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan September 2013 sebesar 375,70 ribu
orang (3,72 persen). Dibandingkan dengan Maret 2013 (354,19 ribu orang atau
3,55 persen), jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 21,51 ribu atau
meningkat 0,17 poin. Sedangkan dibandingkan dengan September 2012 dengan jumlah
penduduk miskin sebesar 366,77 ribu orang (3,70 persen), jumlah penduduk miskin
meningkat 8,93 ribu atau meningkat 0,02 poin.
C.
Provinsi Jawa Barat
Pada Maret 2013, penduduk
Jawa Barat kategori hampir miskin yang pada Maret 2013 berjumlah 4,2 juta orang
bertambah menjadi 5 juta orang pada September 2013. Lalu penduduk Jawa Barat
kategori rentan miskin yang asalnya berjumlah 8,6 juta orang pada Maret 2013
naik menjadi 8,9 juta orang pada September 2013.
Pergeseran tingkat
keterparahan kemiskinan juga terjadi pada kategori penduduk miskin. Dyan
mengatakan, penduduk miskin dengan kategori sangat miskin naik signifikan. Pada
Maret 2013 jumlahnya 1,052 juta orang, maka pada September 2013 naik menjadi
1,6 juta orang.
D. Provinsi Jawa Tengah
Selama
Maret - September 2013, Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 7,26
persen, yaitu dari Rp. 244.161,- per kapita per bulan pada Maret 2013 menjadi
Rp. 261.881,- per kapita per bulan pada September 2013. Penghitungan garis
kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.
Garis Kemiskinan di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding garis kemiskinan
perdesaan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan September 2013 sebesar Rp.
268.397,- per kapita per bulan atau naik 5,34 persen dari kondisi Maret 2013
(Rp. 254.800,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga
mengalami peningkatan sebesar 9,00 persen menjadi sebesar Rp. 256.368,- per kapita
per bulan dibandingkan dengan Maret 2013 yaitu sebesar Rp. 235.202,- per kapita
per bulan
E. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Garis
kemiskinan pada September 2013 adalah Rp 303.843,-per kapita per bulan. Jika
dibandingkan dengan kondisi September 2012yang garis kemiskinannya sebesar Rp
270.110,- per kapita per bulan, terjadi kenaikan sebesar 12,49 persen dan jika
dibandingkan dengan kondisi Maret 2013 yang besarnya Rp 283.454,- per kapita per
bulan, maka tampak adanya kenaikan garis kemiskinan sebesar 7,19 persen.
Terjadinya peningkatan garis kemiskinan ini sejalan dengan terjadinya inflasi
September 2012 ke September 2013 yang sebesar 7,60 persen, serta inflasi Maret
2013 - September 2013 yang mencapai 3,49 persen
F. Provinsi Jawa Timur
Dalam
setahun ini (September 2012 s.d. September 2013), persentase penduduk
miskin
Jawa Timur mengalami penurunan sebesar 0,35 poin persen dari 13,08 persenSeptember
2012 menjadi 12,73 persen September 2013. Namun selama satu semester ini (Maret
2013 s.d. September 2013), persentase penduduk miskin mengalami kenaikan sebesar
0,18 poin persen (Gambar 1). Kenaikan selama satu semester tersebut ditunjukkan
dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2013 sebanyak 4.771,26 ribu jiwa
menjadi sebanyak 4.865,82 ribu jiwa pada September 2013 atau naik sebesar 94,56
ribu jiwa, diduga kenaikan penduduk miskin ini sebagai dampak dari kenaikan
harga BBM yang mempengaruhi daya beli penduduk miskin.
untuk
daerah perdesaan dan 0,33 poin persen untuk dari perkotaan
Ditinjau
secara spasial, seperti telah dipaparkan sebelumnya, kenaikan persentase penduduk
miskin di perdesaan lebih kecil daripada perkotaan, yaitu 0,08 poin persen.
G. Provinsi Sumatra Barat
Pada tahun 2013 informasi
kemiskinan yang disajikan merupakan keadaan kemiskinan pada bulan Maret 2013
dan September 2013. Dari Maret 2013 ke September 2013 jumlah penduduk miskin di
daerah perkotaan meningkat sebanyak 5,4 ribu jiwa. Sedangkan untuk jumlah
penduduk miskin perdesaan mengalami penurunan sebanyak 32,2 ribu jiwa.
Perubahan tersebut mengakibatkan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera
Barat mengalami penurunan sebanyak 26,8 ribu jiwa dari Maret 2013 ke September
2013.
H. Provinsi Kalimantan Timur
Selama Maret - September 2013, Garis
Kemiskinan naik sebesar 9,48 persen, yaitu dari Rp. 381.706,- per kapita per
bulan pada Maret 2013 menjadi Rp. 417.902,- per kapita per bulan pada September
2013.
Garis kemiskinan di daerah perkotaan lebih
besar dibandingkan di daerah perdesaan, pada bulan September 2013 garis
kemiskinan di daerah perkotaan sebesar Rp 435.313,- sedangkan di daerah
perdesaan sebesar Rp 389.784,-.
I. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat pada September 2013 mencapai 802,45 ribuorang (17,25 persen), berkurang 28,39 ribuorang (0,72 persen) dibandingkan dengan penduduk
miskin pada Maret 2013 yang sebesar 830,84 ribu orang (17,97 persen).
Selama periode Maret – September 2013, penduduk miskin di daerah perkotaan
berkurang sekitar 27,32 ribu orang (dari 391,4 ribu ribu orang pada Maret 2013 menjadi 364,08 ribuorang pada September
2013), sementara di daerah perdesaan
berkurang hanya 1,07 ribu
orang (dari 439,45orang pada Maret 2013 menjadi 438,37 ribuorang pada September
2013).
Penduduk
miskin di daerah perkotaan pada Maret 2013 sebesar 20,28 persen, menurun
menjadi 18,69 persen pada September 2013. Begitu juga dengan penduduk miskin
di daerah perdesaan, yaitu
dari 16,32 persen padaMaret 2013menjadi
16,22 persen pada September 2013.
J. Provinsi Papua
Pada lima tahun pertama Otonomi Khusus (Otsus) Papua berjalan
(2001-2005) persentase penduduk miskin menurun sebesar 0,97 persen, yaitu dari
41,80 persen menjadi 40,83 persen. Sedangkan pada lima tahun kedua pelaksanaan
Otsus (2006-2010) persentase penduduk miskin menurun sebesar 4,72 persen.
Penurunan persentase penduduk miskin terbesar terjadi pada periode Maret 2010 -
Maret 2011 di mana terdapat 4,82 persen penduduk yang pada tahun 2010
penghasilannya di bawah garis kemiskinan kini bergeser di atas garis kemiskinan
sehingga menjadi tidak miskin.
Saat ini jumlah penduduk miskin di
Papua (September 2013) sebesar 1.057,98 ribu orang atau sebesar 31,53 persen.
Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada enam bulan sebelumnya (Maret
2013) yang berjumlah 1.017,36 ribu jiwa, maka terjadi penambahan jumlah
penduduk miskin sebesar 40,6 ribu orang. Dengan demikian, secara persentase,
tingkat kemiskinan di Papua pada periode Maret 2013 - September 2013 mengalami
peningkatan sebesar 0,39 persen yaitu dari 31,13 persen pada Maret 2013 menjadi
31,53 persen pada September 2013.
K. Provinsi Maluku
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada
di bawah Garis Kemiskinan) di Maluku pada bulan September 2013 sebesar 322.510
orang (19,27 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan September
2012 yang berjumlah 338.890 orang (20,76 persen), berarti tingkat kemiskinan
turun sebanyak 1,49 persen dalam satu tahun dan jumlah penduduk miskin turun
sebanyak 16.380 orang.
Selama periode September 2012-September 2013,
penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 16.390 orang, sementara di daerah
perkotaan dapat dikatakan stagnan. Persentase penduduk miskin di daerah
perdesaan masih cukup tinggi, yaitu sebesar 26,30 persen dibandingkan dengan
daerah perkotaan mencapai 7,96 persen.
Pada
periode September 2012-September 2013, Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan
kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk
miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran
penduduk miskin juga semakin mengecil.
2. Tingkat Pengangguran
A. Provinsi Banten
Jumlah pengangguran Terbuka di Provinsi Banten pada
tahun 2013 (Feb.) mencapai 552,9 ribu jiwa menurun dibanding tahun 2008 (656,56
ribu jiwa) atau berkurang sebanyak 103,7 ribu jiwa. Perkembangan Tingkat
Pengangguran Terbuks (TPT), TPT selama periode tahun 2008-2013 menurun sebesar
5,08 persen, TPT Banten tahun 2013 masih tergolong tinggi diatas rata-rata
nasional yaitu mencapai 10,10 persen. Sementara untuk TPT tahun 2012 terbesar
di Kabupaten Serang sebesar 12,96 persen dan terendah di Kota Tangerang Selatan
(8,07 %).
B. Provinsi DKI Jakarta
Jumlah
pengangguran Terbuka di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013
(Februari)
mencapai 513,2 ribu orang menurun dibanding tahun 2008 (580.5 ribu orang) atau
berkurang
sebanyak
67,3 ribu orang. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dalam periode
tahun 2008-
2013
penurunan sebesar 2,22 persen, TPT DKI Jakarta tahun 2013 sebesar 9,94 persen
lebih rendah
dibandingkan
TPT tahun sebelumnya. Namun kondisi TPT DKI Jakarta masih tergolong tinggi
dibandingkan
terhadap
rata-rata TPT nasional. Sementara untuk TPT tahun 2012 terbesar terdapat di
Kabupaten Adm. Kep.
Seribu
(13,97%) dan terendah di Kota Jakarta Selatan (8,96 %).
C. Provinsi Jawa Barat
Jumlah
pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013
(Februari)
mencapai 1.815.300 jiwa menurun dibanding tahun 2008 (2.263.584 orang) atau
berkurang sebanyak 448.284
jiwa . Sementara untuk perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuks (TPT), TPT
Provinsi Jawa Barat
terbesar di Kabupaten Cirebon, yaitu sebesar 16,04 persen dan terendah di
Kabupaten Tasikmalaya (4,90 %).
tahun
2013 sebesar 8,90 persen menurun dibandingkan TPT tahun sebelumnya (9,08%), dan
kondisi TPT Jawa Barat
tergolong tinggi dibandingkan terhadap TPT nasional. TPT tahun 2012 antar
kabupaten/kota di Jawa
D. Provinsi Jawa Tengah
Jumlah
Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013
(Februari)
mencapai 941.400 jiwa menurun dibanding tahun 2008 (1.227.308 orang) atau
berkurang sebanyak 285.900 jiwa. Sementara untuk perkembangan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT), TPT Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 5,57
persen lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (5,63%), tingkat pengangguran
Jawa Tengah lebih rendah dibandingkan terhadap TPT nasional. Penyebaran TPT
tahun 2012 terbesar di Kabupaten Pati, yaitu sebesar 12,20 persen dan TPT
terendah di Kabupaten Purworejo (3,28 %).
E. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Jumlah pengangguran terbuka di Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2013
(Feb.) mencapai 72.500 ribu jiwa atau menurun sebesar 35.029 ribu jiwa dari
tahun 2008. Sementara untuk perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT),
TPT Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2013 (Feb.) sebesar 3,80 persen sama lebih
rendah dibandingkan TPT nasional. Penyebaran TPT tahun 2012 terbesar di
Kabupaten Sleman yaitu sebesar 5,42 persen dan TPT terendah di Kabupaten
Gunung Kidul (1,92 %).
F. Provinsi Jawa Timur
Jumlah
pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013
(Februari)
mencapai 804.400 jiwa menurun
dibanding tahun 2008 (1.296.313 jiwa),
dengan persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,02 persen lebih
rendah dibandingkan terhadap TPT nasional. Sementara untuk perbandingan TPT
antar kabupaten/kota terbesar di Kota Kediri, yaitu sebesar 7,85 persen dan terrendah di Kabupaten
Pacitan (1,16 %).
G. Provinsi Sumatra Barat
Jumlah
pengangguran pada Agustus 2012 mengalami penurunan sebanyak 604 orang menjadi
142.184 orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2011 yaitu sebanyak 142.788
orang. Jika dibagi, pengangguran perempuan naik dari 59.118 orang pada Agustus
2011 menjadi 62.041 orang pada Agustus 2012, sedangkan jumlah penganggur
laki-laki turun dari 83.670 pada keadaan Agustus 2011 menjadi 80.143 orang pada
Agustus 2012ingkat pengangguran terbuka sedikit mengalami kenaikan dibanding
dua tahun sebelumnya. Pengangguran terbuka menunjukkan trend yang menurun dari
6,95 persen pada Agustus 2010 menjadi 6,45 persen pada Agustus 2011 dan pada
Agustus 2012 bergerak naik ke angka 6,52 persen.
H. Provinsi Kalimantan Timur
Jumlah pengangguran Terbuka di
Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2013 (Februari) mencapai 167.600 jiwa sedikit meningkat dibandikan tahun
sebelumnya. Sementara untuk perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) cenderung menurun, namun kondisi tingkat pengangguran di Provinsi
Kalimantan Timur tergolong tinggi dengan TPT tahun 2013 (Februari) mencapai
8,87 persen lebih tinggi dari rata-rata TPT nasional. Untuk perbandingan TPT
tahun 2012 antar kabupaten/kota terbesar terdapat di Kota Bontang, yaitu
sebesar 14,32 persen dan terrendah di Kabupaten Berau (5,79 %).
I. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Nusa Tenggara Barat
pada Agustus 2013 mencapai 5,38 persen, mengalami kenaikan dibanding TPT
Februari 2013 sebesar 5,37 persen dan juga mengalami kenaikan
dibandingkan dengan TPT Agustus 2012 sebsar 5,26 persen.
Secara
absolut, pengangguran pada Agustus 2013 berjumlah 112.708 orang hal ini menurut
data BPS mengalami penurunan sekitar 7.296 orang jika dibanding keadaan
Februari 2013, atau bertambah sebesar 2.760 orang jika dibanding keadaan
Agustus 2012.
Namun
secara persentase, tingkat pengangguran pada bulan Agustus 2013 mengalami
kenaikan, yaitu 0,01 persen jika dibandingkan dengan keadaan Februari
2013. Dibandingkan dengan keadaan Agustus 2012, tingkat pengangguran mengalami
peningkatan sebesar 0,12 persen.
J. Provinsi Papua
Jumlah pengangguran pada bulan Agustus 2013 mencapai
17.131 orang, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) cenderung meningkat
dimana TPT Agustus 2013 sebesar 4,62 persen naik dari TPT Februari 2013 sebesar
4,46 persen,
Pada bulan Agustus 2013, TPT untuk pendidikan
menengah masih tetap menempati posisi teratas, yaitu TPT Sekolah
Menengah Kejuruan sebesar 10,22 persen dan TPT Diploma sebesar 9,25 persen.
K. Provinsi Maluku
Jumlah
pengangguran pada Februari 2013 di
Provinsi Maluku mengalami penurunan sekitar 1.524 orang dibandingkan keadaan
Agustus 2012. Penurunan jumlah penganggur ini sekaligus mendorong penurunan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari 7,51 persen pada Agustus 2012 menjadi
6,73 persen pada Februari 2013.
3. Ketimpangan Sosial di Berbagai Bidang
a. Bidang Pendidikan
Perkembangan pendidikan di Indonesia memang masih pada level stagnan
atau jalan ditempat. Sistem pendidikan yang selalu berubah-rubah,
kurikulum yang selalu berubah, dan kebijakan-kebijakan yang
membingungkan membuat status pendidikan Indonesia belum juga meningkat
(Nur Rois, 2012).Hingga saat ini memang belum terjadi pemerataan
pendidikan, baik dari segi tenaga pengajar, fasilitas sarana prasarana,
sampai siswa-siwanya yag kelak menjadi generasi penerus bangsa. Sekolah
yang kualitasnya bagus karena memiliki pengajar yang kompeten, fasilitas
lengkap, dan siswa-siswanya cerdas akan semakin bagus. Sedangkan
sekolah yang kualitasnya sedang justru sebaliknya. Sekolah yang
kualitasnya sedang atau kurang bagus akan menjadi bertambah buruk. Sudah
tenaga pengajarnya kurang kompeten, fasilitasnya kurang, siswa-siswanya
juga kurang secara akademis menurut Prof. Eko Budihardjo (dalam www.mediaindonesia.com).
Sehingga, dapat dikatakan banyak faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pendidikan, yaitu sebagai berikut :
- Sumber daya manusia
- Infrastruktur
- Proses pembelajaran yang konvensional
- Lemahnya sistem pendidikan nasional
b. Bidang Kesehatan :
Permasalahan SDM kesehatan juga merupakan tantangan yang harus
segera dijawab oleh pemerintah. Koordinator Program Manajemen WHO Wilayah Asia
Tenggara Dr. M Mucaherul Hug pada keteranganya usai pembukaan Konferensi
Aliansi Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan Se-Asia Pasifik di Sanur pada April
2010 menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dari 57 negara di
dunia yang masuk dalam kategori negara yang mengalami krisis tenaga kesehatan.
Menurut Mucaherul Hug, selain karena tidak meratanya distribusi, krisis tenaga
kesehatan di Indonesia juga disebabkan oleh rendahnya kompetensi tenaga
kesehatan Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah harus memberikan perhatian lebih
pada institusi pendidikan terkait, serta menyusun dan menegaskan regulasi
sebagai upaya menjawab permasalahan distribusi tenaga kesehatan yang belum
merata, terutama untuk daerah terpencil dan perbatasan.
4. Solusi
1. Mengutamakan Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu syarat utama untuk bisa menjadikan negara ini
lebih maju dalam segala hal.Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka kecil
kemungkinan terjadinya kesenjangan sosial.Oleh karenanya pemerintah wajib
mengutamakan pendidikan dalam segala hal sehingga setiap warga negara mempunyai
kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan.Hal tersebut dapat dilakukan
seperti: pemberian beasiswa,menambah anggaran pendidikan pada APBN.
2. Menciptakan Lapangan Kerja dan Meminimalis Kemiskinan
Pemerintah dapat mengupayakan hal tersebut dengan berbagai cara berikut antara
lain : mengadakan proyek padat karya,mendirikan lebih banyak ukm-ukm,
memberlakukan inpres desa tertinggal.
3. Meminimalis (KKN) dan Memberantas Korupsi Dalam Upaya Meningkatan
Kesejahteraan Masyarakat.
Pemerintah
telah membentuk suatu lembaga yang bertugas memberantas (KKN) di Indonesia.
Indonesia telah mulai berbenah diri namun dalam beberapa kasus soal korupsi KPK
dinilai masih tebang pilih dalam menindak masalah korupsi. Misalnya kasus
tentang bank century belum menemukan titik terang dan seolah-olah mengakiri
kasus itu. Pemerintah harus selalu berbenah diri karena dengan meminimaliskan
(KKN) yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dana yang
ada.
4.
Meningkatkan System
Keadilan
di Indonesia serta Melakukan
Pengawasan
yang Ketat terhadap Mafia Hukum.
Masih
banyak mafia hukum
merajarela di Indonesia,
semakin membuat kesenjangan sosial di Indonesia makin mencolok.
Inilah upaya - upaya yang dapat dipaparkan dan
diharapakan mampu menyelesaikan masalah kesenjangan sosial yang terjadi di
Indonesia.
Referensi :