Seberapa penting Etika Profesi Akuntansi?
Di
artikel sebelumnya kita sudah membahas tentang Kode Etik Profesi Akuntansi,
selanjutnya di artikel ini yang akan kita bahas adalah tentang “seberapa
penting Etika Profesi Akuntansi?” jika, ditanya seberapa penting pasti
jawabannya “penting”, kenapa bisa dikatakan penting? Karena, Etika profesi
membahas tentang perbuatan baik dan buruk manusia, serta apakah suatu kegiatan
yang dilakukan oleh profesi itu dapat dikatakan bertanggung jawab atau tidak. Dalam menjalankan profesi, seorang
profesional harus berpijak pada nilai-nilai etis dan kepercayaan masyarakat
terhadap mutu audit akan menjadi lebih tinggi jika profesi akuntansi publik
menerapkan standar mutu audit yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan audit
yang dilakukan oleh anggota profesi tersebut dan karena itu, seorang akuntan
harus menjaga profesioanalisme dalam menjalankan tugasnya dengan berkomitmen
pada prinsip-prinsip formal akuntansi dan etika profesi akuntan yang berintikan
pada integritas, otonom, tanggung jawab dan independen, objektif, serta
berpihak pada kepentingan umum. Maka dari itu, etika dalam profesi di bidang akuntansi
ini sangatlah penting.
Tujuan profesi
akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi,
mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik.
Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi:
• Kredibilitas : Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
• Profesionalisme : Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh
pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa : Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan
diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan : Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat
kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Untuk pertama kalinya,
dalam kongres tahun 1973 IAI menetapkan kode etik bagi profesi akuntan di
Indonesia, yang saat itu diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode
etik ini mengatur standar mutu terhadap pelaksanaan pekerjaan akuntan. Standar
mutu ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Setelah
mengalami perubahan, maka tahun 1998 Ikatan Akuntan Indonesia menetapkan
delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI baik di pusat
maupun di daerah.
(Mulyadi, 2001 : 53), menyebutkan delapan prinsip kode etik akuntan Indonesia yaitu :
(Mulyadi, 2001 : 53), menyebutkan delapan prinsip kode etik akuntan Indonesia yaitu :
1. Tanggung
Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung
jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan
pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan
adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan
dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang
diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat
dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan
publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi
mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen
karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan
kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark)
bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai
atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau
bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai
kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai
situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan,
serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan
sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam
kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah.
Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi.
Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya
dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling
mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya,
demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi
kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui
pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya
memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan
pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan
kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi
anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab
untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan,
pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang
harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan
dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat
dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu
diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk
menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang
diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan
berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa
berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku
yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Kode Etik
IAI dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota IAI, baik yang
berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung jawab profesionalnya.
Namun
pemahaman seorang akuntan terhadap Kode Etik IAI tidak menjamin akuntan
tersebut tidak melakukan tindak kecurangan. Terdapat banyak akuntan yang sudah
memahami kode etik akuntansi namun tetap saja masih melanggarnya. Profesi
auditor akan selalu berhadapan dengan dilema yang mengakibatkan seorang auditor
berada pada dua pilihan yang bertentangan. Sebagai contoh dalam proses
auditing, seorang auditor akan mengalami suatu dilema ketika tidak terjadi
kesepakatan dengan klien mengenai beberapa aspek dan tujuan pemeriksaan.
Apabila auditor memenuhi tuntutan klien berarti akan melanggar standar
pemeriksaan, etika profesi dan komitmen auditor tersebut terhadap profesinya,
tetapi apabila tidak memenuhi tuntutan klien maka dikhawatirkan akan berakibat
pada penghentian penugasan oleh klien. Berbagai pelanggaran etika yang terjadi
pada perusahaan go public di Indonesia juga sering terjadi, padahal
semestinya hal ini tidak perlu terjadi apabila setiap akuntan mempunyai
pemahaman, kemampuan dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika
secara memadai dalam melaksanakan profesinya.
SUMBER :